Rabu, 09 Desember 2015

Dasar Semiotika

     Semiotik secara etimologi berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Secara terminologi semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang tandatanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan bentuk dari tanda- tanda. Semiotik juga mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tandatanda tersebut memiliki arti.
     Pengertian di atas sejalan dengan apa yang dekemukakan oleh Ferdinand de Saussure yang mendefinisikan semiotika (semiologi) sebagai ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Secara implisit dari pengertian ini menunjukkan relasi bahwa bila tanda adalah bagian kehidupan sosial, maka tanda merupakan bagian dari aturan-aturan yang berlaku (kode).
Ada system tanda (sign system) dan social system yang saling berkaitan, inilah yang disebut sebagai konvensi sosial (social convention) yang mengatur tanda secara sosial, yaitu pemilihan, pengkombinasian dan penggunaan tanda-tanda dengan cara tertentu, sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial.
  • C.S Peirce
     Semiotik bagi Peirce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (Influence), atau kerja sama tiga subjek yaitu tanda (sign), objek (object) dan interpretan (interpretant). Yang dimaksud pada semiotika pada semiotika Peirce bukan subjek manusia, tetapi tiga entitas semiotik yang sifatnya abstrak yang tidak dipengaruhi oleh kebiasaan komunikasi secara kongkrit.

     Menurut Peirce tanda adalah … some thing wich stands to some body for some thing in some respect or capacity (tanda adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas). Dalam hal ini tanda menurut Peirce menggunakan model triadic (representament + object + interpretant = sign) Contoh misalnya kita melihat tanda gambar bibir yang merah basah dan setengah terbuka (sexy lips) maka akan tebentuk proses tiga tingkatan (threefold process) di antaragambar bibir sebagai representamen, bibir sebenarnya sebagai objek,dan interpretan (bibir) yang dikenal sebagai proses semiosis
  • Ferdinand De Saussure
     Menurut Saussure tanda mempunyai dua entitas, yaitu signifier dan signified atau wahana tanda dan makna atau penanda dan petanda (signifier+signified= sign). coba perhatikan karya berikut: apa yang dapat kita tangkap dari gambar (penanda) hati (heart) yang memiliki petanda sebagai cinta ( love), dan sebagainya.  
     Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas”.
  • Roland Barthes
     Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.

Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006).

     Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

     Barthes melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.

     Secara ringkas teori dari Barthes ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Dalam menelaah tanda, kita dapat membedakannya dalam dua tahap.Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya.Tahap ini lebih melihat tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru menelaah tanda secara bahasa. Dari pemahaman bahasa ini, kita dapat masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotatif. Pada tahap ini konteks budaya, misalnya, sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut.Dalam contoh di atas, pada tahap I, tanda berupa BUNGA MAWAR ini baru dimaknai secara denotatif, yaitu penandanya berwujud dua kuntum mawar pada satu tangkai. Jika dilihat konteksnya, bunga mawar itu memberi petanda mereka akan mekar bersamaan di tangkai tersebut. Jika tanda pada tahap I ini dijadikan pijakan untuk masuk ke tahap II, maka secara konotatif dapat diberi makna bahwa bunga mawar yang akan mekar itu merupakan hasrat cinta yang abadi. Bukankah dalam budaya kita, bunga adalah lambang cinta?Atas dasar ini, kita dapat sampai pada tanda (sign) yang lebih dalam maknanya, bahwa hasrat cimta itu abadi seperti bunga yang tetap bermekaran di segala masa. Makna denotatif dan konotatif ini jika digabung akan membawa kita pada sebuah mitos, bahwa kekuatan cinta itu abadi dan mampu mengatasi segalanya.


Tipe - Tipe Tanda
  • Ikon
     Sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya. Didalam ikon hubungan antara penanda dan petanda nya memiliki kesamaan dalam beberapa kualitas. Suatu peta atau lukisan bisa dikatakan sebagai ikon karena memiliki kemiripan rupa dengan objeknya. Contoh lain adalah rambu-rambu lalu lintas seperti “awas, banyak anak-anak!” ,”rambu2 lampu lalu-lintas” semua itu memiliki kemiripan visual atau bisa juga disebut ”meniru” dengan objeknya.
  • Indeks
     Merupakan tanda yang memiliki keterikatan eksistensi terhadap petandanya atau objeknya atausesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan penandanya
Di dalam indeks, hubungan antara penanda dengan petandanya bersifat nyata dan aktual. Misalnya bau kentut pertanda ada orang yang baru saja kentut di tempat itu, tanda panah menunjukkan kanan dibawahnya bertuliskan “SOLO 20 KM” adalah indeks bahwa ke kanan 20 kilometer lagi adalah kota Solo, begitu juga dengan tombol-tombol atau link dalam situs web merupakan indeks untuk menuju halaman web yang dimaksud.
  •  Simbol
     Merupakan tanda yang bersifat konvensional. Tanda-tanda linguistik umumnya merupakan simbol. Jadi simbol adalah suatu tanda yang sudah ada aturan atau kesepakatan yang dipatuhi bersama, simbol ini tidak bersifat global, karena setiap daerah memiliki simbol-simbol tersendiri seperti adat istiadat daerah yang satu belum tentu sama dengan adat-istiadat daerah yang lainnya. Simbol palang putih dengan latar belakang merah sudah disepakati secara internasional bahwa tanda itu berarti “stop” atau larangan masuk.

Sistem Semiotika
Sistem semiotika dibedakan dalam tiga komponen sistem.
  • Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic)
     Semiotik Pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan.Semiotik Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat mempengaruhi pengamat sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain, hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi pemakainya.
  • Semiotik Sintaktik (semiotic syntactic)
     Semiotik Sintaktik menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik Sintaktik ini mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang menginterpretasikan.Dalam arsitektur, semiotik sintaktik merupakan tinjauan tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi dari berbagai sistem tanda. Hasil karya arsitektur akan dapat diuraikan secara komposisional dan ke dalam bagian-bagiannya, hubungan antar bagian dalam keseluruhan akan dapat diuraikan secara jelas.
  • Semiotik Semantik (semiotic semantic)
     Semiotik Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang disampaikan.Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan tentang sistem tanda yang dapat sesuai dengan arti yang disampaikan.Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud tersebut akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan makna suatu rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang ingin disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan diterima secara tepat oleh pengamatnya, jika ekspresi yang ingin disampaikan perancangnya sama dengan persepsi pengamatnya.


Strategi Komunikasi

     Media sebagai alat penyebaran informasi dalam berbagai bentuknya tentu saja memuat berbagai kepentingan. Termasuk juga di dalamnya kepentingan bisnis yang menyangkut aktivitas branding dan marketing a.k.a. periklanan.
     Strategi media merupakan bentuk dan cara memilih media yang tepat dan sesuai dengan kepentingan komunikasi yang akan dilakukan. Sehingga tujuan akhir dari proses komunikasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. 
Strategi media sebenarnya dikembangkan dari strategi periklanan yang lebih umum.

Terdapat empat kegiatan strategi media:
1. Memilih audiens sasaran.
2. Menspesifikasi tujuan media.
3. Memilih kategori media dan sarana.
4. Membeli media. 

Memilih audiens sasaran
Faktor utama dalam mensegmentasi audiens sasaran:
1. Geografis
2. Demografis
3. Pemakaian produk
4. Gaya hidup/psikografis
   
Menentukan Tujuan Media Dasar perencanaan media:
1. Jangkauan    
 •  Persentase audiens sasaran yang diekspos sekurang-kurangnya satu  kali  dengan pesan pemasang iklan selama jangka waktu tertentu.    
 •  Beberapa faktor yang menentukan jangkauan kampanye pemasangan  iklan:        
a. Banyaknya media yang digunakan.        
b. Jumlah dan keragaman sarana media yang digunakan.        
c. Pembedaan bagian-bagian hari saat iklan ditayangkan.

2. Frekuensi    
Jumlah waktu rata-rata, dalam periode empat minggu di mana para anggota audiens sasaran diekspos kepada sarana media yang termasuk dalam jadwal media tertentu.  

3. Bobot Gross Rating Points (GRPs) merupakan indikator jumlah bobot kotor yang dapat disampaikan jadwal periklanan tertentu.    
Secara aritmatika, GRPs merupakan hasil dari jangkauan dikalikan dengan frekuensi.
GRPs = Jangkauan (J) x Frekuensi (F)  

4. Kontinuitas    
Bagaimana iklan dialokasikan selama ditayangkannya suatu kampanye periklanan.
a. Jadwal yang kontinu
Jumlah uang yang sama diinvestasikan sepanjang kampanye.
b. Pulsing
Digunakan beberapa iklan selama setiap periode kampanye, tetapi jumlahnya sangat bervariasi dari periode ke periode.
c. Flighting
Pemasang iklan mengeluarkan biaya yang bervariasi selama kampanye dan tidak mengalokasikan biaya pada beberapa bulan.

Media Komunikasi

     Media merupakan kata yang berasal dari bahasa latin “medium” yang berarti tengah, diantara atau penghubung.

Denis McQuail (2000) menyatakan, media merupakan sebuah tempat dimana kultur dapat berubah, nilai-nilai masyarakat disusun, disimpan dan diekspresikan dengan jelas.

Media seperti jendela yang dapat menjelaskan, menginterpretasikan realitas sebagai suatu ilmu, pengalaman, informasi, komunikasi, instruksi dan petunjuk arah. Ada juga yang menyatakan bahwa media adalah  orang, bahan, peralatan yang menciptakan kondisi dimana seseorang dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap.
Media komunikasi adalah suatu alat yang digunakan untuk mempermudah dalam menyampaikan informasi dari seseorang kepada orang lain dengan maksud tertentu.

     Secara umum dapat disimpulkan bahwa media komunikasi merupakan segala sesuatu yang menjadi penghubung antara sumber informasi dengan penerima informasi yang secara mekanis bekerja baik secara tunggal ataupun reproduktif (duplikasi) yang diharapkan memberikan pengaruh terhadap terjadinya perubahan sikap, pengetahuan, ataupun perilaku bagi penerimanya.

Batasan Media
Ø Assosiasi Teknologi dan Komunikasi (Association of Education and Communication Technology/ AECT) di Amerika memberi batasan yaitu media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/ informasi. 

Ø National Education Assosiation (NEA) membatasi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi, baik cetak, audio, maupun audio visual yang dapat dibaca, didengar dan dilihat.

Ø Menurut Santoso S. Hamidjojo dalam Amir Achsin (1980), media dibatasi pada semua bentuk perantara yang dipakai orang menyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima. 
Fungsi  Media Komunikasi:

Ø Burgon & Huffner (2002):
     •Efisiensi penyebaran informasi, dengan adanya media komunikasi membuat penyebaran informasi menjadi lebih efisien. Efisiensi yang dimaksudkan adalah penghematan dalam biaya, tenaga, pemikiran dan waktu. Media Koran, televisi, radio ataupun internet mampu menjangkau khalayak dalam jumlah besar dengan wilayah geografis yang luas dengan biaya yang relative efisien dengan tingkat efektivitas yang baik.
     •Memperkuat eksistensi informasi, dengan adanya media komunikasi kita dapat membuat informasi atau pesan lebih kuat dan berkesan terhadap audience. Keunggulan yang dimiliki media adalah kemampuan duplikasi, fitur suara, visual statis atau dinamis (gerak) akan memperkuat pemahaman dan kepercayaan.
      •Menghibur, media komunikasi tentunya memberikan efek yang menyenangkan dan dapat memberikan hiburan tersendiri bagi audience. Penggunaan media komunikasi berteknologi tinggi akan menimbulkan efek hiburan lebih besar lagi bagi penggunanya. 4. Kontrol sosial; media komunikasi yang berteknologi tinggi akan lebih mempunyai fungsi pengawasan terhadap kebijakan sosial.  

Jenis Media Menurut sifatnya media dapat di bagi:
Ø Media komunikasi audio, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, seperti radio, telepon, dll.
Ø Media komunikasi visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, seperti koran, majalah, dll.
Ø Media komunikasi audio visual, yaitu media yang dapat dilihat serta didengarkan dalam penyampaian informasinya, seperti televisi, handphone 3G.   

Tujuan Media Komunikasi:
Ø Membantu promosi dalam meningkatkan pemasaran produk,
Ø Meningkatkan kepercayaan pada publik/masyarakat,
Ø Meningkatkan citra baik perusahaan.  

Kelebihan dan kelemahan media komunikasi Media Komunikasi Audio Kelebihan
Kelebihan
Ø Murah dan Mudah Pengadaannya
Ø Mempunyai jangkauan luas
Ø Bentuk sederhana
Ø Mudah digunakan
Ø Dapat menyampaikan pesan secara langsung
Ø Dapat mengembangkan daya imajinasi
Ø Alat perekam kaset mudah digunakan

Kelemahan
Ø Sering timbul gangguan
Ø Biaya pemasangan relative mahal
Ø Tidak menggambarkan suatu unsure
Ø Penyajian terikat pada jadwal
Ø Kecepatan penyampaian informasi sudah tidak dapat dirubah  

Media Komunikasi Visual
Kelebihan:
Ø Biaya Murah
Ø Dapat memperjelas suatu masalah
Ø Dapat menimbulkan inspirasi dan imajinasi
Ø Dapat menimbulkan suatu ide
Ø Alat dan pemeliharaannya sederhana

Kelemahan:
Ø Menimbulkan rasa bosan
Ø Hanya untuk indra penglihatan
Ø Tidak bergerak
Ø Memiliki rasa keterbatasan audien
Ø Keterikatan pada suatu ukuran 

Media Komunikasi Audio Visual
Kelebihan:
Ø Informasi dapat diterima sesuai dengan kenyataan
Ø Dapat dimengerti hasil yang sebenarnya
Ø Tidak membosankan
Ø Dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda
Ø Pesan yang disampaikan bisa secara langsung

Kelemahan:
Ø Biaya relatif mahal
Ø Kadang-kadang kejelasan suara kurang dipahami
Ø Kadang-kadang terjadi gangguan
Ø Penyajian informasi terikat pada jadwal